Rabu, 11 Januari 2012

EFEK SAMPING PEMBATASAN BENSIN BERSUBSIDI

Oleh Herry Gunawan | Newsroom Blog – Sen, 9 Jan 2012


Kendati keputusan resminya belum keluar, pemerintah memastikan mulai 1 April nanti distribusi bahan bakar bersubsidi akan dibatasi. Hingga sekarang, inilah satu-satunya pilihan yang sudah diambil pemerintah. 

Karena itu, sosialisasi melalui pernyataan di media terus diumbar untuk memberikan pengertian ke publik — atau setidaknya, ingin melihat respons.

Melalui kebijakan ini kelak, rencananya kendaraan roda empat pribadi atau berpelat hitam, tidak diperbolehkan lagi menggunakan premium yang harganya masih disubsidi pemerintah. Mereka harus pindah menggunakan bahan bakar tanpa subsidi seperti Pertamax atau gas yang alat konversinya akan disiapkan pemerintah.

Menurut Anggito Abimanyu, ketua tim pembatasan bahan bakar bersubsidi, melalui kebijakan ini pemerintah bisa menghemat hingga Rp 50 triliun. Ibarat perusahaan, itulah potensi keuntungan yang bisa diperoleh yang konon dikembalikan ke publik dalam bentuk lain.

Tetapi tak sedikit pihak yang berharap agar pemerintah lebih memilih opsi kenaikan harga ketimbang pembatasan. Alasannya jelas, dengan kenaikan Rp 500-1.000, kendaraan pribadi masih bisa menggunakan premium yang mungkin harganya menjadi Rp 5.500 per liter. Sementara Pertamax, sudah di atas Rp 8.000 per liter. Selisihnya sangat besar.

Nah, apa kira-kira efek samping dari kebijakan pemerintah demi menyelamatkan anggaran belanja ini?
 
Inflasi
Bisa dipastikan inflasi akan meningkat. Meski demikian, menteri koordinator ekonomi Hatta Rajasa tetap yakin inflasi tahun ini tetap dalam target, yaitu sekitar 5,3 persen. Inflasi atau peningkatan harga, setara dengan penurunan nilai mata uang. Mudah-mudahan pendapatan warga bisa mengimbangi, dalam arti naik di atas inflasi sehingga tingkat kesejahteraan tidak menurun.

Harga mobil bekas
Harga mobil bekas yang menggunakan bahan bakar bensin bisa anjlok. Konsumen dengan pendapatan sekitar Rp 6 juta sebulan yang sudah menabung untuk beli mobil bekas, kini harus berpikir ulang. Bisa-bisa lebih mahal ongkos menggunakannya ketimbang harga waktu beli lantaran harus menggunakan Pertamax. Akhirnya permintaan mobil bekas turun, dan harganya pun tertekan. Jangan-jangan sebelum April bakal banyak yang menjual mobil.

Ramai-ramai gunakan motor 
Jika selama ini pengguna mobil ke kantor harus mengeluarkan dana sekitar Rp 500 ribu per bulan untuk belanja bensin misalnya, berarti harus menyiapkan anggaran tambahan jadi hampir Rp 1 juta untuk beli Pertamax. Karena itu, pilihan paling rasional adalah menggunakan motor, karena rata-rata angkutan umum masih belum nyaman. Penuh sesak dan banyak yang ugal-ugalan. Mudahnya mendapatkan motor kredit (bayarnya, tergantung) bisa meningkatkan permintaan. Hukum pasar bilang, harganya bisa terdongkrak baik yang baru maupun bekas.
 
Harga kebutuhan pokok 
Menjelang tengah malam, kalau mampir ke pasar tradisional seperti Palmerah di Jakarta Barat atau Kebayoran Lama di Jakarta Selatan sebagai contoh, perhatikan kendaraan pengangkut dagangan. Dari sayur-mayur hingga ikan segar masuk ke pasar menumpang mobil berpelat hitam. Kendaraan pribadi yang disewakan. Kalau kelak harus menggunakan Pertamax dari sebelumnya bensin biasa, tentu ongkos operasional ikut naik. Akibatnya? Apalagi kalau bukan kenaikan harga.

Kemiskinan

Apalagi yang bisa dikatakan, jika kenaikan pendapatan tidak bisa mengikuti kenaikan harga, sudah barang tentu kemiskinan berpotensi bertambah. Saat ini, jumlah warga hampir miskin ada 27,8 juta. Jika pemerintah tidak mampu mengendalikan inflasi, kebutuhan masyarakat yang berdomisili di garis rawan dengan pendapatan per kapita sekitar Rp 270 ribu per bulan ini, bakal tertekan. Mereka bisa tergelincir dan masuk dalam kelompok miskin. 
 
Selain lima hal ini, bisa jadi masih ada efek lanjutannya. Hanya, ada persoalan penting yang kerap diabaikan pemerintah. Yakni, ongkos sosial.

Ada hobi pemerintah yang kurang baik dilakukan, yaitu terlalu lama berwacana di publik setiap ada rencana kebijakan baru. Termasuk pembatasan bahan bakar ini — yang sudah disampaikan sejak tahun lalu tapi tidak jadi-jadi. Model gertak seperti ini bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Mungkin pemerintah berharap kontroversi sudah tidak ada lagi ketika kebijakan dikeluarkan, karena publik sudah lelah membicarakan sebelumnya. Inilah ciri khas pemerintahan yang mengedepankan pencitraan.

Seharusnya pemerintah tidak perlu risih dengan kebijakan yang sekiranya dianggap untuk kebaikan rakyat, walau jadinya tidak populer alias menuai kritik. Jangan memaksakan yang belum siap. Jika memang infrastruktur pengalihan premium ke gas belum mantap betul, kenapa tidak menaikkan harga bensin saja? 

Tapi jangan mahal-mahal ....

Herry Gunawan adalah mantan wartawan dan konsultan, kini sebagai penulis dan pendiri situs inspiratif: plasadana.com



disalain dari : http://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/efek-samping-pembatasan-bensin-bersubsidi.html;_ylt=Ata_ttLS1ZpcsU7LDwWWc_COV8d_;_ylu=X3oDMTNzYjBvMXJhBG1pdANKdW1ib3Ryb24gQmlzbmlzU0YEcGtnAzU4MzQxY2ZhLTRjOGUtMzgxMS1iMjA4LWVlNGYwYzU3NjVhYwRwb3MDMQRzZWMDanVtYm90cm9uBHZlcgM4NmNhZTQ3OC0zYWEyLTExZTEtOGZhYy03OGU3ZDE1ZjllYzQ-;_ylg=X3oDMTFxOWV2djJzBGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDBHBzdGNhdANiaXNuaXMEcHQDc2VjdGlvbnMEdGVzdAM-;_ylv=3

IRONI PERTUMBUHAN

Oleh Herry Gunawan | Newsroom Blog – Kam, 10 Nov 2011


Beberapa hari ini media menyuguhkan berita pertumbuhan ekonomi. Mengutip Badan Pusat Statistik, perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini dilaporkan tumbuh 6,5 persen dibanding periode sama tahun lalu. Apakah ini indikasi bahwa tingkat kesejahteraan warga juga tumbuh seiring?

Belum tentu. Bahkan banyak pengamat yang mengkritik bahwa pertumbuhan ekonomi kita belum berkualitas. Dalilnya, kemiskinan dan pengangguran masih terasa begitu sesak.

Kita ketahui bersama, pertumbuhan domestik bruto atau PDB yang diumumkan itu sekadar mengukur aktivitas perekonomian. Indikator yang digunakan adalah konsumsi masyarakat, kegiatan ekspor-impor, belanja pemerintah, dan investasi swasta.

Untuk Indonesia, faktor konsumsi masih dominan mempengaruhi pertumbuhan.

Konsumsi tersebut bukan hanya terhadap produksi domestik, tapi juga impor. Departemen Perindustrian mencatat, sepanjang Januari-Juni tahun ini, kenaikan konsumsi impor lebih dari 38 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Berarti, yang menikmati produsen asing.

Perlu dicatat, kenaikan konsumsi (juga sektor jasa) tidak banyak berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi kerja. Apalagi menurunkan angka kemiskinan. Hingga kini, masih lebih dari 37 juta jiwa belum berpartisipasi di sektor formal. Mereka jadi pengangguran, pekerja paruh waktu, dan menggerakan sektor informal. 

Sadisnya, kerap performa angka pertumbuhan ekonomi dijadikan “alat” mengukur keberhasilan baik oleh pemerintah maupun politisi. Padahal, akibat aktivitas ekonomi yang kebablasan – katakanlah seperti pertambangan dan perkebunan yang sering dikritik merusak lingkungan – justru rakyat yang harus menanggung “sampah” dari kegiatan ekonomi tersebut.

Tak kurang dari Presiden Perancis Nicolas Sarkozy gundah dengan ukuran pertumbuhan ekonomi yang jadi jualan pemerintah dan politisi ini. Untuk menguji kegelisahannya,  pada tahun 2008 Sarkozy membuat sebuah panel para ekonom untuk membahasnya.

Panel dipimpin dua pemenang Nobel di bidang ekonomi: Joseph E. Stiglitz dari Columbia University dan Amartya Sen dari Harvard University.  Kesimpulannya, PDB tidak cukup untuk mengukur tingkat kesejahteraan warga, yang sejatinya menjadi tujuan utama pembangunan. Bahkan kerap, antara angka pertumbuhan ekonomi dengan realitas kehidupan warga saling bertolak belakang. 

Walau Stiglitz menyadari untuk mengubahnya tidak cukup satu malam, toh Sarkozy sudah memiliki kesadaran. Yakni, perlunya memasukkan unsur kualitas hidup warga dan kelestarian lingkungan hidup dalam mengukur tingkat kesejahteraan. Bukan sekadar statistik pertumbuhan ekonomi.

Ketidakpuasan juga telah lama menggelayut di benak Raja Buthan Jigme Singye Wangchuck. Walau data Bank Dunia per 2010 memperlihatkan pendapatan per kapita penduduknya di kisaran USD 2.000-an seperti Indonesia, toh dia masih gamang. Keresahannya lantaran menganggap angka pertumbuhan ekonomi tidak mencerminkan kualitas kehidupan masyarakat yang sesungguhnya.

Karena itu, pada tahun 1972 (kini mantan) raja beristri empat ini mencetuskan Indeks Kebahagiaan atau Gross National Happiness alias GNH. Ukuran ini menjadi kritik terhadap PDB sebagai ukuran keberhasilan pembangunan.

Indeks ini, selain mengukur distribusi pendapatan warganya – yang di Indonesia sangat timpang, di antaranya juga mengukur  kebebasan individu dalam politik, tingkat partisipasi kerja, kenyamanan sosial, pelestarian lingkungan.

Karena itu, akan sangat bijak seandainya Indonesia, negeri yang banyak diisi orang-orang pintar ini, memasukkan ukuran kesejahteraan warga sebagai indikator keberhasilan pemerintah. Dan keberhasilan pembangunan dengan performa statistik pertumbuhan ekonomi, tidak lagi perlu diiklankan dalam kampanye.

Apalagi, data lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi program pembangunan (UNDP) menyebutkan, indeks pembangunan manusia Indonesia masih di kelompok buncit. Dengan ukuran kualitas layanan kesehatan, pendidikan, dan pendapatan itu, tahun ini ada di posisi 124 dari 187 negara. Sementara tahun lalu peringkatnya 108 dari 169 negara. 
Mungkin kualitas pemerintah yang sudah lumayan adalah layanan bagi-bagi kekuasaan. Sayangnya, bagian ini tidak disurvei UNDP.


Herry Gunawan jadi wartawan pada 1993 hingga awal 2008. Sempat jadi konsultan untuk kajian risiko berbisnis di Indonesia, kini kegiatannya riset, sekolah, serta menulis.


disalin dari : http://id.berita.yahoo.com/blogs/newsroom-blog/ironi-pertumbuhan.html;_ylt=AuiCmJPr8uyDsmBDdBHoWISOV8d_;_ylu=X3oDMTQxZ3N2Z2Z1BG1pdANCbG9nIEJpc25pcwRwa2cDZTgwMTNlZTQtMTA3Yy0zYTgxLWFkM2EtNGQ3YmNlMmZjOWNiBHBvcwMzBHNlYwNNZWRpYUZlYXR1cmVkQ2Fyb3VzZWwEdmVyAzE5ZmQ4NzI2LTBiNmItMTFlMS1hYjdhLTc4ZTdkMWY1NzVkZQ--;_ylg=X3oDMTFxOWV2djJzBGludGwDaWQEbGFuZwNpZC1pZARwc3RhaWQDBHBzdGNhdANiaXNuaXMEcHQDc2VjdGlvbnMEdGVzdAM-;_ylv=3

Rabu, 14 Desember 2011

KASIH SAYANG IBU

Kasih Ibu
Kepada Beta
Tak terhingga, sepanjang masa
Hanya member
Tak harap kembali
Bagai sang surya, menyinari dunia
(Mungkin lagu ini pas untuk mengawali ceritaku kali ini)

Tadi pagi sekitar pukul 09.00 WITA, waktu itu aku sedang kerja muter-muter, aku melihat seorang Ibu sedang keluar dari sebuh toko tas dan membawa tas berwarna hitam. Kelihatannya sebuah tas ransel (punggung) berukuran tidak terlalu besar, mungkin untuk anaknya.

Melihat kejadian itu, entah kenapa tiba-tiba aku teringat dengan Ibuku. Aku ingat, banyak sekali yang sudah ibu berikan padaku. Tidak hanya dalam bentuk nyata (material), namun lebih banyak lagi dalam bentuk immaterial (tidak berwujud) berupa kasih sayang, perhatian, cinta, dan masih bantak lagi. Seperti layaknya ibu yang aku lihat tadi, tidak hanya tas yang dia berikan pada anaknya, tapi juga perhatian akan kebutuhan anaknyanya, cinta dan kasih sayang yang besar terhadapnya,serta harapan besar di masa mendatang.

Ibu, sudahkah aku mewujudkan harapanmu? Mungkin aku belum bisa membuatmu bahagia sepenuhnya, tapi apakah setidaknya aku sudah bisa membuatmu bangga? Terima kasih Ibu, atas semua yang telah engkau berikan kepadaku selama ini. Salah satu harapan terbesarku adalah, membuatmu bahagia.

Rabu, 23 November 2011

KEHIDUPAN


Banyak kisah, banyak cerita. Ada tawa, ada juga air mata. Itulah kehidupan. Seperti ilmu padi, semakin banyak ilmu yang dimiliki, ia akan semakin merunduk. Demikian juga manusia, semakin banyak hal yang dipelajari, maka ia akan semakin rendah hati dalam menjalani kehidupan. Semoga cerita-cerita berikut, dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan kita dan mampu membuat kita menjadi manusia yang lebih bijaksana.

CINTA


Cinta, adalah sebuah kata yang begitu dalam maknanya. What do you think abaut love? Berikut adalah ceritaku tentang cinta.

JALAN-JALAN


Jalan-jalan, adalah suatu kegiatan yang menyenangkan. Pengalaman baru, kenangan indah, dan cerita-cerita seru merupakan cinderamata terindah yang tak mungkin dilupakan. Berikut cerita tentang pengalaman perjalanan yang pernah saya alami. Semoga bermanfaat.